Strategi Transisi Energi Indonesia Diminati Investor
Strategi Transisi Energi Indonesia Diminati Investor
Oleh : Rivaldi Adrian )*
Indonesia sudah memulai transisi ke energi baru terbarukan (EBT). Transisi energi merupakan strategi jitu untuk menarik minat investor karena merupakan bagian dari green economy yang diyakini memiliki prospek cerah kedepannya.
Pemerintah ingin menaikkan realisasi investasi dan menggaet para penanam modal asing kelas kakap. Strateginya antara lain dengan mengesahkan UU Cipta Kerja sebagai payung hukum yang kuat, sehingga ada perlindungan dan jaminan keamanan bagi para investor. Kemudian, pemerintah juga terus melakukan transisi energi, dari fosil ke energi baru terbarukan.
Energi baru terbarukan (EBT) adalah sumber energi baru yang berasal dari tenaga matahari, angin, air, dll. Perpindahan energi terjadi karena jika masih memakai cara konvensional, maka sumber energinya adalah fosil yang kemudian diolah jadi minyak bumi. Namun persediaan fosil di bumi terus menipis karena sudah dipakai selama bertahun-tahun, padahal pembentukan fosil sangat lama.
Oleh karena itu pemerintah terus menggenjot industri energi baru dan melakukan transisi energi. Tujuannya tak hanya untuk warga negara Indonesia, tetapi juga bisa menarik minat para investor asing. Mereka sudah memakai green technology and industry dan sangat tertarik dengan penggunaan EBT di Indonesia, karena membuktikan bahwa pemerintah sangat peduli lingkungan.
Wakil Menteri BUMN II Kartiko Wirjoatmodjo menyatakan bahwa perusahaan BUMN memiliki strategi transisi energi, agar menarik minat para penanam modal asing. Strateginya antara lain dengan memperkuat PLN dan mencari entitas baru. Kemudian, pada tahun 2060 ada penurunan net zero emission (emisi sampai 0%).
Dalam artian, transisi energi adalah usaha untuk mengurangi tingkat emisi dan kalau bisa sampai 0%. Ketika emisi sangat tinggi maka berbahaya karena bisa merusak ozon dan menyesakkan udara karena ada asap tebal dari knalpot motor dan mobil konvensional (biasanya yang sudah berusia di atas 10 tahun).
Padahal penipisan ozon tentu berbahaya bagi lingkungan dan bila dilakukan dalam jangka panjang, bisa merusak bumi. Oleh karena itu semua negara melakukan transisi energi ke EBT, karena tidak menghasilkan emisi tinggi. Termasuk Indonesia yang membuat berbagai pembangkit energi EBT sehingga tidak merusak bumi.
Keseriusan Indonesia membuat banyak investor asing setuju dengan konsep green industry, dan ada berbagai pembangkit listrik di negeri ini. Mulai dari pembangkit listrik tenaga surya, angin, dll. Para investor memiliki pandangan yang sama tentang green living dan mereka setuju untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena pemerintah serius dalam mengembangkan EBT.
Selama ini pemerintah sudah membangun pembangkit listrik tenaga bayu (angin) di daerah Sidenring Rappang (Sidrap) dan Jeneponto, keduanya di Sulawesi Selatan. Pembangkit listrik ini berdiri sejak tahun 2018 dan masih beroperasi sampai sekarang. Masyarakat turut bangga karena pembangkit listrik ini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara.
Sementara itu, Jisman Hutajulu, selaku Direktur Pembinaan Program Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, menyatakan bahwa EBT dan pemulihan energi akan berpengaruh besar kepada pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi dan memastikan persediaan energi jangka panjang. Saat ini pembangkit listrik dengan EBT sudah menyuplai 15% pasokan listrik se-Indonesia.
Sedangkan pada tahun 2025, target EBT adalah 23%. Kebijakan ini seiring dengan target dan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 30% pada tahun 2030, sehingga pada tahun 2060 bisa zero emission dan sangat ramah lingkungan. Cara untuk zero emisi dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan memperbanyak penggunaan kendaraan listrik.
Dalam artian, keberadaan pembangkit listrik EBT tak hanya menyuplai persediaan energi nasional. Namun berpengaruh positif pada perekonomian pasca pandemi, karena bisa menarik minat para investor. Mereka senang karena ada banyak pembangkit listrik EBT di Indonesia, dan tenaganya tak hanya dari angin, tetapi juga dari tenaga matahari dan sumber lain.
Para investor asing sudah paham green industry dan mereka ingin menerapkannya juga di Indonesia. Jika pemerintah sudah paham bagaimana membangun industri dan pembangkit listrik yang ramah lingkungan dan minim emisi, maka sejalan dengan pemikiran mereka. Minat para investor asing akan makin tinggi untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Apalagi Indonesia juga punya industri pengolahan nikel yang dijadikan sumber baterai mobil listrik. Industri ini berada di Indonesia timur dan menyuplai kebutuhan pabrik-pabrik di Korea Selatan. Para investor juga ingin membuat industri serupa karena masa depan perekonomian global ada pada industri yang ramah lingkungan, seperti mobil dan motor listrik.
Pemerintah membuat strategi jitu untuk menarik minat para investor, dengan membuat berbagai industri yang ramah lingkungan. Selain itu, EBT juga terus digunakan dan para penanam modal asing senang karena mereka juga mendukung green industry yang tidak menipiskan lapisan ozon. Industri di masa depan tidak tergantung akan bahan bakar fosil, tetapi ke EBT berupa tenaga bayu dan matahari.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara