MUI Bali : Umat Muslim Siap Menjaga Kelancaran G20 Di Bali
MUI Bali : Umat Muslim Siap Menjaga Kelancaran G20 Di Bali
DENPASAR – Perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group of Twenty (G20) di Nusa Dua, puncaknya 15 -16 November 2022 sangat penting, tidak saja bagi Indonesia, tetapi juga kehidupan yang lebih baik di dunia dalam menghadapi berbagai persoalan. Karena hal tersebutlah, maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) provinsi Bali, menyiapkan umat muslim di Bali untuk turut serta menjaga keamanan, ketentraman dan kenyamanan selama pelaksanaan G20.
Demikian disampaikan Ketua MUI Bali Drs. H. Mahrusun Hadyono, M. PD.I. di Denpasar. “Dari Majelis Ulama Indonesia juga memberi dorongan pada umat dengan membuat surat ke MUI kabupaten/kota se-Bali untuk menyiapkan segala sesuatunya, agar G20 bisa lancar. Selain itu MUI Bali sudah membuat anjuran untuk masyarakat muslim berdoa pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Tuhan yang Maha Esa, dan mengharapkan G20 berjalan dengan lancar, aman dan sukses”
Diakui Haji Mahrusun, informasi tentang rencana adanya KTT G20 sudah beberapa lama didapatnya, dan sudah beberapa kali mengikuti sosialisasinya, “Kita sebagai umat muslim, minimal dari MUI Provinsi Bali sangat mendukung kegiatan ini. MUI Bali ikut serta menyiapkan masyarakat. Di dalam beberapa pertemuan yang dihadiri MUI Bali, baik dengan ormas Islam maupun antara tokoh-tokoh agama, selalu disampaikan betapa pentingnya menjaga kerukunan dan kebersamaan, apalagi menjelang pelaksanaan G20 dalam bulan November ini.”
Kemudian bersama-sama pemuka agama lainnya, seperti Hindu, Budha, Konghucu, Kristen dan Katolik turut menghadiri doa bersama yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah Bali di Nusa Dua.
Terkait ditanya hubungan toleransi antar umat beragama, Pria asal Nganjuk, Jawa Timur mengatakan di Bali berlangsung dengan baik tanpa masalah yang mengganjal. Laporan dari MUI kabupaten dan kota di Bali, menyebutkan kerukunan antar umat beragama sangat baik.
Dan kondisi di Bali sudah berlangsung sejak lama. “Ini selalu kita bina, karena, di dalam membina kerukunan umat beragama harus dilakukan secara aktif, kerukunan yang aktif. Artinya setelah rukun kita tidak diam, tapi setelah rukun kita terus mengadakan pembinaan. Walau sudah baik, sudah rukun, bukannya kita diam, tapi terus melakukan pembinaan pada generasi muda, termasuk pada wanita. Karena kerukunan itu, generasi muda perlu disiapkan, agar mereka bisa meneruskan, apa yang sudah selama ini dilakukan oleh orang-orang tua sebelumnya,” ujar Haji yang berprofesi sebagai dosen di perguruan tinggi. (*)