Komunike Bukan Tolok Ukur Keberhasilan G20

Komunike Bukan Tolok Ukur Keberhasilan G20

 

Komunike atau pernyataan bersama para anggota G20 yang berisi komitmen bersama dan merupakan hasil konsensus forum G20, sebenarnya bukanlah merupakan sebuah tolok ukur mengenai berhasil atau tidaknya KTT internasional tersebut.

 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves RI), Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa misalnya dalam KTT G20 Bali yang saat ini dilaksanakan ternyata tidak menghasilkan komunike, menurutnya itu bukanlah masalah.

 

Bukan tanpa alasan, penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia memang dalam situasi dunia yang sedang penuh ketidakpastian.

 

“Sebenarnya kalau kita lihat jujur, belum pernah saya kira G20 situasi dunia sekompleks ini. Kalau pada akhirnya tidak melahirkan komunike, leaders’ communique, menurut saya, ya sudah, nggak apa-apa,” katanya

 

Meski terdapat kemungkinan bahwa G20 tidak menghasilkan komunike, Ketua Bidang Dukungan Penyelenggaraan Acara G20 tersebut menambahkan bahwa tetap saja akan banyak kesepakatan yang diambil bahkan dengan nilai yang besar.

 

Beberapa kesepakatan tersebut bisa dalam bidang kesehatan hingga dekarbonisasi.

 

“Tapi banyak hal, saya kira lebih dari 361 titik yang kita hasilkan, berbagai macam, dan itu million of dollars kalau dihitung dari sisi ekonomi. Baik itu dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang dekarbonisasi. Banyak hal yang bisa kita capai,” ujar Luhut.

 

Menanggapi pernyataan yang dilontarkan oleh Menko Marves tersebut, Pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana berpendapat bahwa memang dengan ada atau tidaknya komunike, sebenarnya tidak terlalu penting.

 

Hal tersebut karena memang sejatinya komunike sendiri bukanlah sebuah dokumen hukum yang diharuskan dalam KTT G20, melainkan komunike sendiri sebatas komitmen moral.

“Jadi komunike tidak terlalu penting karena komunike bukan dokumen hukum yang mengikat negara – negara G20,” katanya

 

Sementara itu, Pakar dan Praktisi Hubungan Internasional, Dinna Prapto Raharja juga menyepakatinya, bahwa dalam kondisi dunia seperti sekarang, memang komunike sama sekali tidak bisa dipaksakan.

 

Akan tetapi, sebagai pengganti dari komunike tersebut, baginya cukup saja dikeluarkan pernyataan presiden mengenai seperti apa capaian dan harapan ke depan.

 

“Jadi dari President G20 2022 saja dikeluarkan pernyataan resmi tentang capaian dan harapan ke depanya,” terang Dinna.

 

Pakar Hubungan Internasional ini mengaku bahwa justru G20 sendiri bersifat forum, sehingga misalnya sama sekali tidak ada komunike, maka hal tersebut bisa saja ditunda untuk disepakati pada penyelenggaraan G20 selanjutnya di India.

 

“Konteks 2023 tidak akan sama dengan 2022 dan karena itulah sejumlah negara memilih untuk menunda kesepakatan hingga nanti tahun berikutnya lebih ada kepastian, dan hal ini wajar saja,” tambah Dinna.

 

*