Akademisi Dukung Pengsahan KUHP Buatan Anak Bangsa
Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi UU melalui rapat paripurna yang digelar 6 Desember 2022. Pengesahan tersebut mendapat apresiasi dari banyak pihak tidak terkecuali kalangan akademisi.
Pengesahan RKUHP menjadi KUHP nasional telah melalui jalan yang panjang. Sebelumnya, Pemerintah terus menggencarkan sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), termasuk di antaranya menggandeng para akademisi. Hal tersebut lantaran akan mampu mendorong terwujudnya sebuah produk hukum atau undang-undang dengan good process karya anak bangsa yang mencerminkan nilai-nilai bangsa Indonesia.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI), Harkristuti Harkrisnowo, mendorong pengesahan KUHP Nasional. Dikatakannya, saat ini sudah masanya Indonesia memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri yang dibuat oleh masyarakat Indonesia yang diwakili oleh para ahli hukum.
Menurut Hakristuti, perbedaan antara KUHP dengan KUHP zaman kolonial hanya bisa dirasakan oleh ahli hukum. Sementara, orang awam hanya mengetahui KUHP saat ini hanya terkait pasal-pasal penghinaan presiden, perzinaan, dan lain-lain.
Sementara itu, Akademisi UI, Surastini Fitriasih menjelaskan bahwa ada pengurangan pasal dalam draf KUHP tanggal 9 November 2022, dari yang sebelumnya (draf 4 Juli 2022) berjumlah 632 Pasal kini menjadi 627 Pasal. Ia menambahkan bahwa Indonesia sangat memerlukan KUHP buatan bangsa sendiri yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Marcus Priyo Gunarto menjelaskan bahwa prinsip keseimbangan menjadi pertimbangan yang ditonjolkan oleh perumus KUHP nasional. Hal itu disampaikannya pada Forum Diskusi Publik bertema “Sosialisasi RKUHP” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dengan menggandeng Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Jawa Tengah.
Marcus menyampaikan bahwa para perumus KUHP nasional mencoba mencari titik keseimbangan antara kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingan negara. Yang kedua, titik keseimbangan antara perlindungan terhadap pelaku dan korban.
Marcus menyatakan, perjuangan bangsa ini untuk memiliki KUHP sebagai kebanggaan nasional itu sudah mendekati kenyataan. Sebab, saat ini sudah tidak bisa lagi bertahan menggunakan Wetboek van Strafrecht (WvS) yang memiliki bahasa asli bahasa Belanda.
Pada kesempatan yang sama, dukungan juga datang dari Guru Besar Hukum Pidana UNS, Supanto. Ia menyatakan dukungannya untuk terhadap pengesahan KUHP nasional agar tidak memiliki terjemahan hukum yang bermacam-macam dikarenakan KUHP yang berlaku dalam kitab aslinya masih menggunakan Bahasa Belanda.
Diketahui, forum yang dilaksanakan secara hybrid ini diharapkan menjadi sarana untuk meningkatkan pemahaman publik akan urgensi pembaruan KUHP di Indonesia agar lebih sesuai dengan dinamika masyarakat saat ini. Untuk itu, Dekan Fakultas Hukum UNS, I Gusti Ayu Ketut Handayani dalam sambutannya mengatakan bahwa sosialisasi RKUHP merupakan hal yang sangat penting bagi terwujudnya sebuah produk hukum dengan good process. Dengan demikian, dalam prinsip legalitas hukum, perumusan peraturan-peraturan harus jelas dan terperinci serta dimengerti oleh rakyat.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Tadulako Palu, Sulbadana pada kegiatan Sosialisasi RKUHP di Universitas Tadulako Palu, Sulawesi Tengah, mengatakan upaya mewujudkan KUHP yang sesuai dengan jiwa Bangsa Indonesia berlandaskan Pancasila memakan waktu yang tidak sebentar, yaitu hampir 60 tahun.
Menurutnya, penyusunan peraturan perundang-undangan bukanlah sesuatu hal yang mudah. Dirinya khawatir jika terlalu lama dalam satu perdebatan untuk menghasilkan suatu perundang-undangan yang baik, akan memberi kesan yang tidak baik terhadap kemampuan intelektualitas para ahli hukum pidana.
.
Direktur Informasi dan Komunikasi Politik Hukum dan Keamanan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Bambang Gunawan yang turut hadir dalam acara tersebut mengatakan upaya pemerintah merevisi dan menyusun sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda perlu segera dilakukan.
Guru Besar Universitas Negeri Semarang (Unnes), R Benny Riyanto menjelaskan KUHP yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan produk kolonial Belanda, jadi tidak memiliki nilai-nilai budaya bangsa yang berdasarkan Pancasila. Hal ini merupakan suatu urgensitas mengapa perlu segera dilahirkannya KUHP Nasional di Indonesia.
Benny menambahkan bahwa lahirnya KUHP Nasional juga merupakan perwujudan reformasi sistem Hukum Pidana Nasional secara menyeluruh. Hal ini merupakan kesempatan untuk melahirkan untuk melahirkan sistem Hukum Pidana Nasional yang komprehensif yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa, serta Hak Asasi Manusia yang sifatnya universal.