Bersinergi Tangkal Radikalisme di Medsos Wujudkan Ruang Siber Positif

Radikalisme di Media Sosial

 

Oleh : Mika Putri Larasati )*

Media Sosial (Medsos) sudah sejak lama menjadi tempat seseorang menghabiskan waktunya ketika sedang tidak melakukan apa-apa, media sosial saat ini seperti pasar di mana kita bisa mencari apapun, termasuk juga ilmu yang ternyata menyesatkan tak terkecuali paham radikal yang digaungkan melalui media sosial oleh para simpatisan kelompok radikal.

Pendalaman agama yang terlalu dalam melalui medsos yang ngawur, justru akan menyebabkan seseorang bisa saja terpapar oleh paham radikal ataupun terorisme. Hal ini disebabkan masih maraknya konten video mengenai hal tersebut.

Merujuk pada tahun 1994, pernah ada sebuah deklarasi menentang Pancasila di Banten, yang diberi nama Kelompok Kecil Penentang Pancasila (K2P2).

Akar radikalisme dan terorisme di Indonesia, terutama Banten, dimotori oleh gerakan Negara Islam Indonesia yang saat itu disingkat NII, gerakan tersebut memiliki visi ingin mendirikan negara Islam.

Tentu saja hal tersebut jangan sampai terulang kembali, mengingat para pejuang dan pendiri bangsa kita adalah orang-orang Indonesia yang tersebar dari berbagai suku dan agama, jangan sampai perjuangan pahlawan dalam mempersatukan Indonesia, justru terpecah gegara paham radikal yang tidak sejalan dengan Pancasila.

Polresta Serang Kota pada Rabu 16 November 2022 lalu telah melangsungkan diskusi tentang upaya memberantas radikalisme dan terorisme. Tokoh masyarakat Banten, Embay Mulya Syarif berharap agar diskusi publik yang berkaitan dengan terorisme untuk bisa terus dilakukan di seluruh polda di Indonesia tentunya dengan menyertakan masyarakat, sehingga upaya ini diharapakan dapat menangkal radikalisme di lingkungan rumah mereka.

Kepala Bagian (Kabag) Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Nurul Azizah berujar, diskusi yang membahas tentang upaya melawan radikalisme idealnya memang berlangsung di 34 Polda seluruh Indonesia. Namun pada 2022 ini, baru bisa digelar di 24 kepolisian daerah.

Dalam diskusi tersebut juga mendengarkan paparan dari salah satu mantan pelaku terorisme yang sudah mengikrarkan diri untuk kembali ke pelukan merah putih. Salah satunya menerangkan bahwa pemikiran radikal serta tindakan teror bisa merasuki siapa saja, bahkan anggota TNI maupun Polri.

Dirinya juga berharap agar diskusi ini dapat terus dilaksanakan secara berkala demi mencegah radikalisme dan terorisme bersama masyarakat.

Perlu diketahui juga bahwa pada 2011, Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) telah menggunakan media sosial untuk menyebarkan paham radikal. Kelompok tersebut melancarkan propaganda melalui media sosial dan menarik simpati dunia dengan media sosial.

Dulu masyarakat belum sadar akan bahaya media sosial. Padahal ISIS juga mengumumkan perekrutannya di media sosial, hingga akhirnya ada beberapa warga negara Indonesia yang justru kepincut untuk berangkat ke Suriah, tak hanya itu, sesampainya mereka di sana juga ada yang membakar passportnya.

Kelompok radikal seperti ISIS bergerak senyap dengan strateti memanfaatkan teknologi. Cara tersebut dinilai efektif dan murah untuk menyebarkan ideologi, perekrutan hingga melakukan penggalangan dana. Media sosial saat ini bisa diibaratkan sebagai belantara hutan rimba. Para radikalis mengoptimalkan media sosial guna merekrut jamaahnya.

Tentu saja seluruh elemen masyarakat harus merapatkan barisan agar bisa menangkal paham intoleransi dan takfirisme. Salah satunya, mengajak para santri atau pengajar agar bisa memanfaatkan pesan damai lewat media sosial.

Pesan damai ini tentu menjadi penting untuk mengeratkan persatuan. Selain itu, menekan perilaku intoleransi dan menerima Pancasila sebagai dasar bernegara yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Masyarakat harus paham bahwa konsep khilafah sudah usang dimakan zaman. Pancasila merupakan penanda negara modern yang mengakomodasi setiap elemen anak bangsa termasuk kalangan Islam.

Tugas anak muda saat ini adalah harus mampu merebut arena media sosial untuk kepentingan positif. Namun, mempraktikkan arena media soaial tentu saja bisa dengan menyampaikan pesan damai rahmatan lil’alamin.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan penyebaran paham radikal belakangan ini terjadi sangat cepat.

Konten radikalisme di internet sudah tak terhitung jumlahnya. Radikalisme agama yang diagung-agungkan justru dapat menimbulkan perpecahan diantara sesama umat beragama dengan keyakinan yang sama atau dengan kelompok agama lain.

Paham radikal dalam menjalankan dan menyebarkan pemahamannya cenderung menggunakan cara yang tidak sesuai dengan apa yang sudah dijadikan pedoman kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Radikalisme terus berusaha mencekoki generasi bangsa dengan apa yang mereka pahami sebagai pedoman hidup maupun solusi atas permasalahan bangsa. Solusi yang digaungkan adalah penerapan khilafah.

Provokasi inilah yang masuk kedalam keresahan masyarakat untuk kemudian menggiring opini bahwa pemerintah telah berbuat dzalim dan menganggap Pancasila sebagai thagut.

Media sosial merupakan sarana mudah untuk menyebarkan apapun, keberadaan internet telah membuat informasi dapat tersebar dalam hitungan detik, tentu saja diperlukan sinergitas antara masyarakat dan aparat untuk meredam penyebaran paham radikal.

 

)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara