Kampus Berperan Penting Cegah Radikalisme
Oleh : Alif Fikri )*
Radikalisme sudah masuk ke kalangan mahasiswa. Oleh karena itu pihak kampus berperan penting dalam mencegah radikalisme. Caranya dengan menyeleksi dosen agar nasionalis dan anti radikalisme. Kemudian, pihak kampus juga harus mengikuti ideologi negara dan jangan sebaliknya alias mendukung terorisme dan radikalisme.
Aksi teror yang terjadi di Polsek Astana Anyar, Bandung Jawa Barat pada 7 Desember 2022, menunjukkan bahwa radikalisme masih menjadi musuh bersama bagi bangsa Indonesia. Padahal Indonesia adalah negara yang pluralis, bukannya homogen, sehingga tidak bisa mendirikan khilafah. Kelompok radikal dan teroris sangat berkeinginan mendirikan negara dengan sistem baru, yang tidak cocok dengan masyarakat Indonesia.
Sayang sekali radikalisme ditemukan di dalam kampus. Ketika ada seorang mahasiswa di Jawa Timur yang ditangkap karena mendukung kelompok radikal, maka ini menjadi sebuah sinyal bahaya. Jangan sampai ada mahasiswa lain yang terjerumus ke dalam radikalisme atau ada kampus yang diam-diam menyebarkan ajaran radikal dan teroris.
Rektor Universitas Islam Kebangsaan Indonesia Bireuen, Aceh, Prof. Apridar, M.Si, menyatakan bahwa kampus harus diisi dengan orang berilmu yang memiliki tujuan sebagai penerang masyarakat. Akan tetapi kampus juga sangat rentan dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk memperjuangkan ideologinya, alias kelompok radikal.
Prof. Apridar melanjutkan, kampus adalah lembaga yang positif dan jangan sampai berubah jadi radikal. Kalau sudah terjadi (radikalisme) berarti tidak mampu menjaga kampus. Fungsi kampus adalah mencegah radikalisme, yang merupakan aliran yang ingin mengubah ideologi dengan cara pemaksaan. Kampus harus berjalan dengan jalur yang benar, sesuai dengan ideologi negara.
Dalam artian, kampus adalah lembaga pendidikan yang memberikan ilmu dengan positif. Jangan sampai berubah haluan menjadi radikal. Jika ini yang terjadi maka akan ada kekacauan karena mahasiswa akan berubah jadi radikal dan teroris, lantas akan melakukan pemberontakan dan penyerangan. Mereka merencanakan pengeboman dan tindakan lain yang berbahaya bagi masyarakat.
Untuk mencegah radikalisme maka pihak kampus wajib punya strategi khusus. Pertama dengan seleksi dosen yang ketat. Untuk PTN (perguruan tinggi negeri) maka dosennya adalah pegawai negeri dan sejak awal seleksi ada ujian dengan soal-soal mengenai radikalisme. Dengan ujian seperti ini maka dipastikan semua dosen tidak terkait dengan radikalisme.
Kedua, jika ada dosen yang sudah bekerja cukup lama maka bisa dipantau aktivitasnya, terlebih di dunia maya. Jangan sampai ketika ia ada di media sosial ternyata sering memaki pemerintah, lantas membanggakan khilafah. Ini adalah tanta-tanda seseorang sudah radikal dan wajib dilakukan pemeriksaan terhadapnya. Saat terbukti radikal maka ada teguran keras dari rektor sehingga ia tidak mengulangi kesalahannya.
Pemantauan seperti itu bukanlah sebuah kecurigaan, melainkan cara untuk mencegah agar kampus tidak jadi sarang radikal. Jangan sampai ada seorang dosen yang mengajarkan radikalisme, para mahasiswa akan terpengaruh, lalu mereka akan berdemo dan melakukan tindakan makar.
Hal itu akan mencoreng nama baik kampus, di mana hanya ada beberapa orang mahasiswa yang melakukan kesalahan, tetapi lembaga kampus kena getahnya. Pencegahan radikalisme harus dilakukan secara menyeluruh, tak hanya ke dosen tetapi juga mahasiswa.
Mahasiswa rentan terkena radikalisme, terutama dari himpunan atau unit kegiatan mahasiswa. Harus ada pengawasan dari pihak kampus, apa saja yang mereka kerjakan? Jangan sampai ruang unit kegiatan mahasiswa disalahgunakan jadi tempat rapat yang membahas radikalisme dan terorisme.
Sementara itu, Wakil Rektor Universitas Jambi, Dr. Teja Kaswari, menyatakan bahwa mahasiswa harus jadi garda terdepan dalam mencegah radikalisme. Kampus harus bebas dari paham terorisme dan radikalisme. Ideologi pancasila harus tetap ada di kampus, sesuai dengan cita-cita pendiri Indonesia.
Dalam upaya pencegahan radikalisme di kalangan kampus, maka Universitas Jambi mengadakan sosialisasi Perpres Nomor 2 Tahun 2021 tentang pencegahan ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme. Narasumbernya adalah Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Jambi, Prof. As’ad Isma.
Prof. As’ad Isma menyatakan bahwa jangan sampai ada gerakan intoleransi dan radikalisme di kampus. Oleh karena itu ia mengapresiasi Universitas Jambi yang mengadakan sosialisasi, agar para mahasiswa paham bahaya radikalisme, ekstrimise, dan terorisme.
Jika ada sosialisasi maka para mahasiswa bisa mengerti bahwa kampus adalah tempat untuk belajar dan berorganisasi. Bukan tempat untuk mengenal kelompok radikal dan teroris. Mereka harus sudah paham apa saja bahaya radikalisme dan terorisme, oleh karena itu akan menolak keras ajakan dari kelompok teroris. Jika ada unit kegiatan mahasiswa yang mencurigakan, hendaknya bisa langsung dilaporkan ke pihak kampus.
Kampus merupakan tempat untuk belajar dan meraih prestasi. Mahasiswa adalah agen perubahan dan diperbolehkan berorganisasi serta berunjuk rasa. Namun jangan sampai ketika berorganisasi mereka teracuni oleh ajaran radikalisme dan terorisme. Jangan sampai kampus diracuni oleh radikalisme dan mahasiswanya jadi radikal, oleh karena itu wajib ada pencegahan dari pihak kampus.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute