KUHP Memiliki Banyak Pasal Fundamental yang Sangat Bermanfaat

Ilustrasi Palu Hakim

 

Oleh : Farrel Haroon Jabar )*

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan salah satu produk hukum karya anak bangsa. Dalam aturan tersebut, banyak terdapat pasal fundamental yang sangat bermanfaat.

Anggota Komisi III DPR RI, Habiburokhman menilai bahwa pengesahan RKUHP menjadi KUHP rupanya lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan ditunda terus-menerus.

Dirinya mengatakan, banyak pasal yang fundamental terkait pengesahan tersebut seperti perubahan besar Pasal 36 konsep hukum yang sebelumnya di KUHP buatan Belanda hanya menganut pendekatan monistik artinya pemenuhan unsur-unsur delik.

Pada acara Dialog Publik RUU KUHP yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika, di Hotel Rylich Panorama, Kota Sorong, Pakar Hukum Pidana Universita Jember, I Gede Widhiana Suarda, mengatakan beberapa alasan pentingnya pengesahan RKUHP menjadi KUHP oleh DPR.

Diantaranya, secara politis bangsa yang merdeka seperti Indonesia wajib memiliki produk hukum tersendiri dan bukan warisan kolonial Belanda. Kemudian KUHP yang lama isinya adalah pembalasan, sementara dalam hukum pidana modern mengarah pada keadilan rehabilitatif dan restoratif.

KUHP memiliki misi dekolonialisasi yang berarti menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP lama, yaitu mewujudkan keadilan korektif-rehabilitatif-restoratif. Tujuan dan Pedoman Pemidanaan (Standard of Sentencing) dan memuat alternatif sanksi Pidana. Misal pidana pengawasan dan pidana kerja sosial, jika tidak lebih dari lima tahun.

Selanjutnya adalah misi konsolidasi yaitu melakukan penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan Rekodifikasi (terbuka-terbatas). Tujuannya adalah menghimpun kembali aturan-aturan yang berserakan untuk dihimpun kembali ke dalam KUHP.

Selain itu adapula misi harmonisasi sebagai bentuk adaptasi dan keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (living law).

Menurutnya KUHP yang baru memiliki putusan pemaafan oleh hakim, di mana hakim dapat memutuskan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak dengan mempertimbangkan ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, segi keadilan dan kemanusiaan.

Pada kesempatan berbeda, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly, mengatakan KUHP baru memperluas jenis pidana yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana. Terdapat tiga jenis pidana dalam KUHP baru yakni pidana pokok, pidana tambahan dan pidana khusus. Dalam penjatuhan hukuman, pelaku tindak pidana dapat diganjar hukuman pidana pokok dan pidana tambahan.

Ada sejumlah pidana tambahan yang diatur dalam KUHP baru, salah satunya adalah pencabutan hak tertentu. Pencabutan hak memegang jabatan publik pada umumnya, atau jabatan tertentu. Kemudian hak menjadi anggota TNI dan Kepolisian.

Selain itu ada pula mekanisme tentang pembayaran ganti rugi. Di mana dalam putusan pengadilan dapat ditetapkan kewajiban terpidana untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi kepada korban atau ahli waris sebagai pidana tambahan. Pencantuman pidana tambahan berupa pembayaran ganti rugi menunjukkan adanya pengertian atas penderitaan korban suatu tindak pidana. Karenanya ganti rugi harus dibayarkan kepada korban atau ahli waris korban. Karena itu, hakim menentukan siapa korban yang perlu mendapatkan ganti rugi.

Apabila terpidana tidak membayar ganti rugi yang ditetapkan oleh hakim dalam putusan, maka akan dikenakan ketentuan pidana pengganti berupa pidana denda. Sepanjang kewajiban pembayaran ganti rugi ternyata tidak dilaksanakan terpidana, maka diberlakukan ketentuan tentang pelaksanaan pidana dengan sebagaimana diatur dalam pasal 81 sampai dengan pasal 83 KUHP baru secara  mutantis mutandis.

KUHP lama memang sudah sepatutnya direvisi agar regulasinya sesuai dengan perkembangan zaman, tentu saja pengesahan RKUHP menjadi KUHP telah melewati beragam proses, sehingga bisa dipastikan KUHP memiliki pasal Fundamental yang sangat bermanfaat.

 

)* Penulis adalah kontributor Persada institute