Guru Besar Unej Jelaskan Keunggulan KUHP Baru: Sarat Akan Unsur Keseimbangan

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember (Unej), Prof. Arief Amrullah

 

Jakarta — Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember (Unej), Prof. Arief Amrullah menilai bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang telah disahkan oleh DPR RI beberapa waktu lalu memiliki muatan keseimbangan.

 

Hal tersebut menurutnya menjadi keunggulan dari KUHP baru, apabila dibandingkan dengan KUHP lama produk kolonial Belanda sebelumnya.

 

“Ini yang membedakan dari KUHP yang lama, dan ini merupakan salah satu keunggulan KUHP baru,” kata Prof. Arief.

 

Lebih lanjut, mengenai muatan keseimbangan tersebut, dirinya menambahkan bahwa dalam KUHP baru terdapat materi hukum pidana nasional yang mengatur adanya keseimbangan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan individu, atau biasa juga disebut keseimbangan monodualistik.

 

Sehingga, dalam memandang sebuah hukum pidana, tidak hanya secara objektif saja dari perbuatannya, melainkan juga dipandang secara subjektif dari pelaku.

 

Dengan adanya keseimbangan monodualistik yang dimuat dalam KUHP nasional baru, maka memungkinkan pula untuk mempertahankan asas legalitas serta asas kesalahan, yang mana merupakan asas paling fundamental dalam hukum pidana.

 

Pasalnya, asas legalitas sendiri ditujukan untuk perbuatan atau secara objektif, sedangkan asas kesalahan ditujukan untuk pelakunya atau secara subjektif.

 

“Masing-masing dari dua asas tersebut disebut dengan asas kemasyarakatan dan asas kemanusiaan,” ujar Prof. Arief yang juga merupakan Ahli Hukum tersebut.

 

Terakomodasinya dua asas itu secara berimbang dalam KUHP nasional, menurutnya mampu untuk menghindari aksi main hakim sendiri dan meminimalisasi adanya hukuman bagi orang yang tidak bersalah.

 

“Kedua asas tersebut untuk mewujudkan keseimbangan antara unsur perbuatan dan sikap batin dari pelaku pidana,” kata Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember itu.

 

Selanjutnya, untuk asas legalitasnya sendiri, ternyata bukan hanya sebatas hukum positif, melainkan dalam KUHP nasional rumusannya diperluas hingga mengakui berlakunya hukum adat di masyarakat.

 

Bagi Prof. Arief, hal itu menunjukkan bahwa KUHP nasional terus berupaya untuk mewujudkan dan juga menjamin adanya keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat, termasuk menjamin kepastian hukum dan keadilan.

 

Karena memang sejatinya roh dari penegakan hukum itu sendiri adalah keadilan, sehingga memang menjadi sebuah hal yang sangat penting.

 

“Roh dari hukum itu adalah keadilan, jika kepastian hukum bermasalah maka kepastian itu yang direvisi,” ucap dia.

 

Terdapat muatan keseimbangan lain dalam KUHP nasional ini, yaitu adanya perlindungan terhadap pelaku tindak pidana dan juga korban tindak pidana.

 

Sebagai informasi, KUHP lama produk kolonial Belanda sebelumnya sama sekali tidak mengatur mengenai korban, dan justru terkesan terlalu berfokus hanya kepada pelaku saja.

Bahkan, dalam KUHP nasional juga diatur dengan lebih jelas mengenai seperti apa tanggung jawab pelaku kepada korban.

 

“Nah, ini yang tidak diatur dalam KUHP turunan Belanda. Dalam KUHP baru ini telah diatur misalnya bagaimana tanggung jawab pelaku terhadap korban,” ujarnya.

 

Keseimbangan lain yang termuat dalam KUHP nasional adalah terkait nilai nasional dan nilai universal, karena di dalamnya memuat bagaimana perkembangan nilai universal sebagai instrumen internasional sehingga terus melakukan adaptasi.

 

Di dalamnya, juga terdapat keseimbangan pula antara HAM dan kewajiban HAM, sehingga bukan sekedar menuntut adanya pemenuhan hak saja, melainkan juga kewajiban.

 

“KUHP baru juga memuat keseimbangan antara HAM dan kewajiban HAM, jadi tidak sekadar menuntut hak tapi juga apa kewajiban. Ini yang berbeda dengan KUHP lama,” tambah Prof. Arief.

 

 

***