KUHP Menjaga Hukum Adat

Ilustrasi Perkampungan Adat Baduy

 

 

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada Pasal-Pasal mengenai the living law (hukum adat). KUHP baru terbukti menjaga hukum adat karena dapat melestarikan hukum adat di Indonesia. Sebab sejak sebelum era kemerdekaan sudah ada hukum adat dan oleh karenanya perlu untuk dilestarikan, karena mengatur masyarakat adat agar lebih tertib.

Indonesia terdiri dari berbagai suku dan etnis, dan tiap suku memiliki hukum adatnya masing-masing. Di beberapa daerah seperti Bali dan Papua, hukum adat masih berlaku, dan jika ada warga yang melanggarnya tentu akan mendapat sanksi. Masyarakat adat di beberapa daerah di Indonesia juga masih ada dan mereka menjalankan hukum adat dengan baik, serta beriringan dengan hukum negara yang diberlakukan oleh pemerintah.

KUHP baru menjaga hukum adat di Indonesia. Di dalam KUHP terdapat Pasal 2 yang menyinggung tentang hukum adat. Pasal 2 KUHP ayat 1 berisi: tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.

Sementara  dalam Pasal 2 ayat 2 berisi: Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik masyarakat beradab.Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Prof. Edward Omar Sharif menyatakan bahwa dalam Pasal 2 KUHP (hukum adat), yang dimaksud adalah pemenuhan kewajiban hukum adat setempat dilakukan jika memenuhi ketentuan. Berlaku dalam tempat hukum itu hidup, tidak diatur dalam KUHP, dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1845, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

Dalam artian, KUHP menjaga hukum adat dan melestarikan masyarakat adat di Indonesia. Penyebabnya karena jika ada kasus pelanggaran hukum adat maka hukumannya diperbolehkan. Hal ini berlaku di Bali, Papua, Sumatera Utara, atau di daerah lain yang hukum adatnya masih kuat.

Misalnya ketika ada wisatawan yang kendaraannya menabrak babi atau anak babi sampai tewas. Maka ia bisa kena hukuman adat, sesuai dengan peraturan masyarakat di Papua. Hukumannya berupa denda dan aturannya tergantung oleh tetua adat di suku tersebut.

Kemudian jika di suatu daerah ada oknum yang ketahuan menendang besek berisi bunga dan kemenyan, padahal itu digunakan untuk upacara adat. Maka oknum tersebut bisa terjerat oleh KUHP baru. Sebelumnya, jika ada kasus seperti ini maka biasanya hanya memakai hukuman sosial. Akan tetapi dengan berlakunya KUHP (maka ia akan terkena ancaman pidana).

Masyarakat tidak usah takut kena hukum adat di daerah yang adatnya masih kental karena mereka pasti menghormati warga asli dan peraturan di tempat tersebut. Tidak akan ada orang yang menyalahgunakan living law dalam KUHP untuk memeras wisatawan dengan dalih pelanggaran hukum adat. Penyebabnya karena Pasal 2 KUHP hanya berlaku jika yang dilanggar tidak ada di KUHP dan tidak sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila.

Sanksi pidana pengadilan adat akan diberikan kepada pelanggar, sesuai dengan kesalahannya. Seorang tetua adat tentu memiliki kebijaksanaan tersendiri untuk memberi sanksi, jadi jangan ada yang mengira ia akan sewenang-wenang ketika RKUHP disahkan.

Sementara itu, Prof. Sulistyowati Irianto dari Fakultas Hukum Universtitas Indonesia, menyatakan bahwa living law adalah hukum yang berlaku dalam masyarakat. Memuliakan hukum adat dilakukan dengan memuliakan masyarakat adat. Oleh karena itu ia mengapresiasi KUHP yang mencantumkan living law di dalamnya.

Masyarakat adat menjunjung tinggi hukum adat karena mengatur kehidupan sehari-hari mereka. Hukum adat lahir dari kebiasaan masyarakat dan tidak tertulis, tetapi tetap berlaku di masyarakat adat tertentu. Tetua adat yang akan menengahi jika ada yang ribut dan mempermasalahkan hukum adat, lalu mencari solusinya.

KUHP melindungi masyarakat adat karena membuat eksistensi mereka diakui. Meski tidak semua provinsi di Indonesia masih kental hukum adatnya dan dilakukan oleh warganya, tetapi hukum adat dihormati oleh UU tersebut. Masyarakat adat mendapatkan perlindungan, ketika mereka akan memberi sanksi kepada orang yang melakukan pelanggaran adat, tetapi malah emosi dan menganggap hukum itu tidak berlaku.

Masyarakat adat bisa melaksanakan hukum adat dan menjalankan tradisi mereka, berkat KUHP. Dengan proteksi dari KUHP maka ada jaminan agar kehidupan di masyarakat adat berjalan dengan lancar.

KUHP melindungi hukum adat dan masyarakat adat serta melestarikan budaya Indonesia. Jika suatu daerah hukum adatnya masih kental maka akan tetap berlaku dan diperbolehkan, malah dilindungi oleh KUHP. Dengan terjaminnya kehidupan masyarakat adat maka akan meminimalisir pelanggaran hukum adat, dan mendamaikan kehidupan warga Indonesia.

 

)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara