KUHP Nasional Wujudkan Aspek Keadilan Secara Komprehensif

Ilustrasi KUHP

 

Oleh    Devi Putri Anjani )*

 

 

Hukum pidana yang ada dalam KUHP Nasional sangat mampu untuk mewujudkan aspek keadilan secara komprehensif lantaran di dalamya banyak sekali hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh seorang hakim sebelum dirinya benar-benar membuat keputusan akan tindak pidana.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah secara resmi melakukan pengesahan terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional untuk mengganti KUHP lama yang merupakan peninggalan sejak jaman kolonial Belanda dulu.

Meski begitu, namun dengan adanya pengesahan tersebut, nyatanya di masyarakat masih saja terjadi pro dan kontra hingga polemik. Menanggapi adanya berbagai macam reaksi yang timbul dari masyarakat tersebut, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto menyampaikan bahwa reaksi yang beragam tersebut merupakan sebuah hal yang sangatlah wajar terjadi, apalagi karena produk hukum atau KUHP ini tidak bisa lepas dari sudut pandang tertentu.

Menurut Prof Marcus, pengesahan KUHP pun tidak lepas dari proses atau fase politik sehingga tidak bisa dipisahkan dari penolakan atau anggapan-anggapan tertentu, namun yang terpenting adalah bagaimana menyikapinya dengan adu gagasan atau adu pemikiran sehingga mampu bersifat membangun atau konstruktif.

Bagaimana tidak, reaksi beragam itu sangat wajar terjadi lantaran memang Indonesia sendiri merupakan sebuah negara yang memiliki keberagaman multietnik, multireligi, hingga multikultur yang sangat banyak. Sehingga dengan tingginya tingkat diversitas yang ada di Tanah Air, tentu bukan tidak mungkin terus terjadi perbedaan sudut pandang diantara masyarakatnya.

Secara garis besar, dirinya sangat menyambut baik kehadiran KUHP Nasional, dan bahkan memberikan apresiasi sangat tinggi karena hal tersebut merupakan sebuah upaya dari Pemerintah RI untuk menghadirkan adanya keseimbangan kepentingan umum dan juga individu, menghadirkan adanya hak asasi dan kewajiban asasi, hingga mampu melindungi korban dan pelaku tindak pidana.

Sebagai informasi, sejatinya pidana sendiri memiliki dua aspek, yakni social welfare yang di dalamnya mengandung adanya perlindungan atau pembinaan secara individu, kemudian aspek keduanya adalah social defense, yang mana berarti ada perlindungan masyarakat atau kepentingan hukum di dalam pidana.

Lebih lanjut, mengenai aspek social defense sendiri terbagi lagi ke dalam beberapa hal, yakni adanya perlindungan terhadap perbuatan jahat, penyalahgunaan sanksi atau reaksi, dan perlindungan terhadap keseimbangan kepentingan atau nilai yang terganggu di masyarakat. Seluruh hal tersebut memang wajib diatur secara tegas dalam pidana.

Selanjutnya, dalam KUHP Nasional, mengenai tujuan pemidanaan, khususnya dalam Pasal 51 telah dijelaskan bahwa pemidanaan sendiri bertujuan untuk bisa mencegah terjadinya tindak pidana dengan cara menegakkan norma hukum demi menjaga perlindungan dan juga mengayomi masyarakat atau mencegah serta mampu memasyarakatkan terpidana apabila mereka telah melakukan tindak pidana.

Sehingga para terpidana tersebut nantinya bisa kembali ke masyarakat dengan menjadi pribadi yang jauh lebih baik dan juga jauh lebih berguna bagi sekitar melalui upaya rehabilitasi yang telah dilakukan, termasuk juga adanya upaya pembinaan kepada para terpidana. Bukan hanya itu, namun dalam KUHP Nasional sendiri juga banyak upaya untuk bisa menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat adanya tindak pidana.

Termasuk juga, di dalam sistem hukum asli buatan anak bangsa tersebut, di dalamnya telah mengatur adanya upaya untuk bisa memulihkan keseimbangan, mendatangkan rasa aman dan damai dalam masyarakat hingga menumbuhkan rasa penyesalan dan juga membebaskan rasa bersalah dari para terpidana karena mereka akan mengalami proses pembinaan dan diharapkan mampu kembali ke masyarakat menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Jelas sekali bahwa dalam KUHP Nasional telah dirumuskan beberapa hal yang menjadi pedoman pemidanaan, yakni diantaranya adalah bagi hakim wajib untuk bisa menegakkan hukum dan keadilan secara bersamaan. Bahkan apabila misalnya terjadi sebuah pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka haki diwajibkan untuk lebih mengutamakan aspek keadilan.

Mengenai pengutamaan aspek keadilan yang harus benar-benar diperhatikan oleh hakim, dalam KUHP Nasional pun telah dijelaskan bahwa hal tersebut dirumuskan dengan beberapa pertimbangan, yakni hakim harus mempertimbangkan adanya kesalahan pelaku tindak pidana, motif dan tujuan yang dilakukan oleh pelaku tatkala dirinya melakukan tindak pidana tersebut, hingga sikap batin dari pelaku tindak pidana, bagaimana tindak pidana dilakukan apakah memang hal tersebut direncanakan atau tidak, bagaimana cara melakukan tindak pidana tersebut hingga bagaimana sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana.

Selain itu, aspek keadilan memang benar-benar terwujudkan dalam KUHP Nasional lantaran juga dalam melakukan hukum pidana, di dalamnya banyak sekali aspek yang perlu dipertimbangkan secara komprehensif, termasuk bagaimana riwayat hidup pelaku, keadaan sosial dan ekonomi pelaku tindak pidana, pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku, apakah ada pemaafan dari pihak korban atau keluarga hingga bagaimana nilai hukum dan keadilan yang hidup di masyarakat saat itu.

Dengan banyaknya aspek yang sangat diperhatikan dan diperhitungkan oleh seorang hakim tatkala hendak mengadili atau membuat suatu keputusan hukum tindak pidana, maka memang sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa KUHP Nasional benar-benar mampu mewujudkan keadilan di Indonesia, bukan hanya untuk melindungi korban saja, melainkan juga melindungi pelaku dan memungkinkan terpidana diberikan pembinaan untuk bisa kembali ke masyarakat dengan pribadi yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

 

)* Penulis adalah Kontributor Duta Media