KUHP Baru Menyempurnakan Sistem Pidana Indonesia

Sosialisasi KUHP di Padang

 

Oleh: Agus A. Apituley*

 

 

Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dianggap mampu menyempurnakan sistem pidana Indonesia. Pemberlakuan KUHP pun mulai berlaku setelah tiga tahun diundangkan, sehingga saat ini diperlukan sosialisasi secara masif kepada masyarakat.

 

KUHP baru adalah sebagai wujud penyesuaian hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan masyarakat yang berbangsa dan bernegara dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Pengesahan KUHP sekaligus untuk menggantikan KUHP lama yang dibuat oleh kolonial Belanda pada saat era penjajahan, disebut juga Wetboek van Strafrecht (WvS).

 

Memang, Revisi terhadap Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) sudah mendesak dan sangat penting diperbarui demi penyempurnaan sistem pidana di Indonesia. KUHP baru dipandang sangat transparan dan demokratis dimana penyusunannya diwarnai oleh pemikiran dari pakar-pakar terbaik bangsa dan aspirasi masyarakat Indonesia itu sendiri. Apalagi, sebelum pengesahan telah dilakukan berbagai diskusi publik dan sosialisasi, baik secara tatap muka langsung maupun secara virtual.

 

Hukum harus mengikuti dinamika masyarakat, oleh karena itu KUHP baru disahkan untuk menyesuaikan dengan keadaan rakyat Indonesia. Setelah pengesahanpun, KUHP yang baru ini disosialisasikan untuk memberi pemahaman yang benar kepada masyarakat dan penegak hukum, agar nantinya implementasi KUHP dapat berjalan sebagaimana mestinya, demi hukum dan keadilan di Indonesia.

 

Sosialisasi terkait manfaat dan urgensinya KUHP baru sangat penting, agar masyarakat mengerti sehingga mendukung pelaksanaannya. Karena KUHP adalah untuk menciptakan rasa aman dan keadilan di tengah-tengah masyarakat.

 

Salah satu kegiatan sosialisasi KUHP digelar oleh Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) di Sumatera Barat. Acara itu dilaksanakan di Hotel Premiere, Padang, Pada Rabu (11/1).  Dalam sosialisasi tersebut menghadirkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang,Prof Dr R Benny Riyanto SH MH, akademisi FHUI, Prof Dr Harkrestuti Harkresnowo SH MA dan Anggota Tim Perumus Rancangan KUHP yang juga Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Mahupiki Dr Yenty Ganarsih SH MH.

 

Dalam kegiatan tersebut, Guru Besar Universitas Negeri Semarang (UNNES), Prof. Dr. Benny Riyanto mengatakan bahwa KUHP lama peninggalan Belanda sudah ada sejak lebih dari 100 tahun yang lalu, namun sampai saat ini belum ada terjemahan resminya, sehingga muncul banyak terjemahan yang berpotensi menimbulkan multitafsir. Selain itu, belum mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa, apalagi mencerminkan dasar negara falsafah Pancasila.

 

Dalam kesempatan tersebut, Prof Benny juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa poin penting pengesahan KUHP, antara lain perubahan paradigma keadilan. Saat ini telah terjadi, pergeseran paradigma yang awalnya bersifat retributif, menjadi praradigma keadiilan korektif bagi pelaku, restoratif bagi korban dan rehabilitatif bagi korban maupun pelaku. Selai, pengesahan KUHP baru juga merupakan perwujudan reformasi sistem hukum secara menyeluruh yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa dan HAM secara universal.

 

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo menyampaikan dukungannya terhadap pengesahan KUHP baru.  Menurutnya, KUHP baru ini memiliki sejumlah isu-isu krusial antara lain Living law, Aborsi, Kontrasepsi, Perzinaan, Kohabitasi, Perbuatan Cabul, Tindak Pidana terhadap Agama atau Kepercayaan, Tindak Pidana yang berkaitan dengan Kebebasan Berekspresi.

 

Dalam hal ini, Prof. Harkristuti memberikan contoh terkait dengan perzinahan dan kohabitasi dimana Pasal 411 UU KUHP berasal dari Pasal 284 KUHP yang masih berlaku sah (Sanksi Pidana Penjara 9 bulan Penjara yang merupakan delik aduan. Selain itu juga dalam UU KUHP baru, kewenangan mengadunya diperluas, yaitu suami atau istri bagi mereka yang terikat perkawinan dan orang tua atau anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan. Dalam Hal ini pihak kepolisian tidak bisa melakukan penggrebekan tanpa ada pengaduan dari suami atau istri atau orang tua.

 

Terkait hal tersebut, Pakar Hukum Universitas Trisakti, yang juga sebagai Ketua Umum MAHUPIKI Dr. Yenti Garnasih, S.H. mengapresiasi pengesahan KUHP baru. Menurutnya KUHP Nasional sangat menganut nilai-nilai bangsa Indonesia dan sama sekali tidak langsung mengikuti apa yang telah diterapkan di jaman kolonial Belanda.

 

Selain itu, dalam KUHP Nasional juga telah ada beberapa pembaharuan dan juga telah menganut nilai-nilai secara universal, yang sejak dulu hingga sekarang tetap ada. Tetapi ada hal-hal yang kurang sesuai dengan nilai Indonesia itu yang diperbarui.

 

Pemahaman seperti ini yang harus diterima oleh masyarakat, bahwa substansi dari KUHP justru melindungi masyarakat dari kejahatan. Melalui kegiatan dialog dan sosialisasi terkait KUHP baru, masyarakat akan mendapatkan isi asli dari pasal-pasalnya sehingga terhindar dari hoaks dan propaganda KUHP.  Para ahli hukum juga dapat menjelaskan apa saja pentingnya pasal-pasal dalam KUHP baru.

 

Pada dasarnya, pengesahan KUHP baru sebetulnya tidak dilakukan dengan terburu-buru seperti yang dituduhkan oleh sebagian orang. Namun pengesahan KUHP memang sudah waktunya, karena wacana dan proses penyusunannya sudah lebih dari 20 tahun lalu, yakni di masa Orde Baru.

 

KUHP adalah UU yang sangat penting karena mengatur hukum pidana di Indonesia, dan pemerintah menegakkan demokrasi karena memperbolehkan masyarakat memberikan aspirasinya. Dalam sesi dialog serta sosialisasi maka masyarakat akan lebih jelas melihat pentingnya KUHP dalam mengatur pidana di Indonesia.

 

 

 

)* Jurnalis Senior / Pengamat Hukum