Jelaskan Keunggulan KUHP Nasional, MAHUPIKI Gelar Sosialisasi di Pontianak

Sosialisasi KUHP di Pontianak

 

Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) kembali menggelar sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Kota Pontianak. Hal ini dilakukan untuk mengisi masa transisi KUHP Nasional yang mulai berlaku sejak 3 tahun pasca pengesahannya.

 

Sosialisasi tersebut menghadirkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Prof Dr R Benny Riyanto SH MH, Guru besar Hukum Pidana FH Undip Prof. Dr. Pujiyono, SH. M.Hum., dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Topo Santoso

 

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Prof Dr R Benny Riyanto mengatakan bahwa Selama ini kita menggunakan KUHP warisan kolonial Belanda, bahkan sampai detik ini masih diberlakukan karena walaupun UU No. 1/2023 sudah diundangkan, namun masih ada masa transisi 3 tahun.

 

“KUHP lama yang selama ini kita gunakan kurang lebih dilahirkan sejak 1918, sehingga kita sudah lebih dari 100 tahun menggunakannya. Selain itu masih belum ada terjemahan resminya, oleh karena itu pada 1958 mulai dibentuk LBHN dan menggagas pentingnya pembuatan KUHP Nasional,” jelas Benny.

 

Prof Benny menjelaskan bahwa perjalanan KUHP Nasional membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan ada beberapa perubahan yang cukup mendasar dari sistematika KUHP Nasional dengan WvS

 

“Urgensitas perlunya KUHP Nasional dilahirkan karena terjadi perubahan paradigma keadilan retributif, yang konsepnya ada pada KUHP WvS,” ungkap Prof Benny.

 

Sementara itu, KUHP Nasional lahir melalui proses public hearing sehingga menampung seluruh aspirasi dari semua elemen masyarakat. Sehingga kita harus menjalankan apa yang sudah menjadi ketetapan kita bersama.

 

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Pujiyono SH M.Hum mengatakan ada banyak alasan dalam pembaharuan KUHP sehingga terlahir KUHP baru.

 

“Public hearing sendiri harus memenuhi 3 unsur, yakni hak untuk didengar, jadi pembentuk UU wajib mendengar apa yang diusulkan oleh publik, kemudian hak untuk dijelaskan, jadi dari usulan itu harus ada penjelasan. Dan hak untuk dipertimbangkan sesuai dengan amanah dari MK. Namun tidak termasuk hak untuk diakomodasi karena masyarakat Indonesia plural,” ucapnya.

 

Sementara itu, dalam sambutannya Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Topo Santoso menjelaskan acara sosialisasi KUHP merupakan kerja sama mahupiki dengan Universitas Tanjungpura. Acara ini digagas untuk mendiseminasikan substansi hukum pidana dan mendialogkan substansi kepada pemangku kepentingan, penegak hukum, civitas akademik, dan elemen lainnya.

 

“KUHP Nasional disusun lintas generasi bersama pemerintah dan DPR, untuk itu perlu dilakukan sosialisasi. Sebagai produk hukum baru, banyak ketidaktahuan masyarakat terkait substansi KUHP Nasional. Pengetahuan yang diperoleh diharapkan dapat memahami secara menyeluruh tentang substansi KUHP nasional dan mengurangi ketidakpastian hukum.” ujar Prof. Dr. Topo.

 

***