Sosialisasikan KUHP di Pontianak, MAHUPIKI dan Guru Besar: Wujudkan Kesamaan Paradigma Hukum
Pontianak – Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) menggelar acara sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru di Pontianak, pada Rabu (18/1/2023). Sosialisasi KUHP mutlak diperlukan agar masyarakat mampu memahami aturan hukum tersebut secara utuh.
Sosialisasi KUHP baru tersebut menghadirkan sejumlah narasumber yakni Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Dr. Pujiyono, SH. M.Hum., Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Prof. Dr. R. Benny Riyanto, dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Topo Santoso.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Dr. Pujiyono menjelaskan bahwa KUHP baru disusun memiliki sejumlah isu aktual antara lain: Living law, Aborsi, Kontrasepsi, Perzinaan, Kohabitasi, Perbuatan Cabul, Tindak Pidana terhadap Agama atau Kepercayaan, Tindak Pidana yang berkaitan dengan Kebebasan Berekspresi.
“Terkait unjuk rasa yang menyebabkan kerusuhan seperti yang diatur dalam pasal 256, memiliki kriterian antara lain: apabila melakukan pemberitahuan dan terjadi kerusuhan, tidak bisa dipidana, kemudian apabila tidak melakukan pemberitahuan tetapi tidak menyebabkan kerusuhan, tidak dipidana, apabila tidak melakukan pemberitahuan dan terjadi kerusuhan danpat dipidana,” ujar Prof Pujiono.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang Prof. Dr. R. Benny Riyanto mengatakan bahwa sosialisasi KUHP baru ke masyarakat penting dilakukan dalam masa tiga tahun transisi ini.
“KUHP memang telah disahkan, namun dalam KUHP itu sendiri memiliki proses transisi atau aturan peralihan. Maka, masa transisi ini harus dijalani terlebih dahulu kurang lebih selama tiga tahun,” jelas Benny.
Prof. Benny menjelaskan bahwa KUHP yang berlaku di Indonesia berasal dari Belanda dan memiliki nama asli Wetboek van Strafrecht voor Nederlansch Indie (WvS). WvS ini pun belum ada terjemahan resminya, sehingga menimbulkan multitafsir.
“KUHP baru memiliki beberapa perbedaan dengan KUHP WvS terutama pada jumlah buku. Di dalam KUHP WvS itu ada tiga buku, buku I mengenai ketentuan umum, buku II tentang kejahatan, dan buku III tentang pelanggaran. Pada KUHP baru dilakukan suatu simplifikasi sehingga kejahatan dan pelanggaran dijadikan satu menjadi buku II yang dinamakan tindak pidana,”
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof Topo Santoso mengatakan ada Trias Hukum Pidana yang perlu masyarakat ketahui dalam Undang – Undang nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP. Trias Hukum Pidana itu adalah Tindak Pidana, Pertanggungjawaban Pidana, Pidana dan Pemidanaan.
“Tindak Pidana itu dibagi menjadi tindak pidana, pemufakatan jahat, persiapan, percobaan, penyertaan, pengulangan, tindak pidana aduan dan alas an pembenar. Sedangkan Pertangungjawaban Pidana terdiri dari umum, alas an pemaaf dan pertanggungjawaban korporasi,” ujar Prof Topo.
“Pidana dibagi menjadi pidana, tindakan, diversi, tindakan dan pidana bagi anak, pidana dan tindakan pidana bagi korporasi dan perbarengan. Sementara pemidanaan dapat dibagi menjadi tujuan pemidanaan, pedoman pemidanaan, pedoman penerapan pidana penjara, pemberatan pidana, ketentuan lain tentang pemidanaan,” lanjutnya.
Kegiatan itu diharapkan dapat memberikan kesamaan pemahaman atau paradigma kepada masyarakat tentang aturan hukum yang baru disahkan DPR pada 6 Desember 2022. Pasalnya, KUHP Nasional itu baru berlaku tiga tahun setelah diundangkan.
**