Hindari Kesalahpahaman Masyarakat, Mahupiki Gelar Sosialisasi KUHP Nasional di Ternate

Ternate — Untuk menghindari adanya kesalahpahaman yang mungkin terjadi pada masyarakat, Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) menggelar Sosialisasi KUHP Nasional di Ternate, Maluku Utara, pada Senin (30/1).

Narasumber kegiatan adalah Plt Dirjen Peraturan Perundang Undangan Kemenkumham Dr. Dhahana Putra., Bc.IP., S.H., M.Si., Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof Marcus Priyo Gunarto., S.H., M.Hum., Rektor Universitas Khairun, Dr. M Ridha Ajam., M.Hum., Ketua Senat Akademik FH UI, Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H..

Dalam sosialisasi yang diinisiasi oleh Mahupiki, Plt Dirjen Peraturan Perundang Undangan Kemenkumham Dr. Dhahana Putra., Bc.IP., S.H., M.Si., menerangkan bahwa KUHP memiliki sejumlah misi. Diantaranya, rekodifikasi terbuka dan juga masih mengakui terkait Undang-Undang yang lain yang diatur mengenai ketentuan pidana. Selain itu, ada misi harmonisasi yang juga cukup menarik saat ini, sebagaimana Indonesia memiliki komitmen terhadap hak asasi manusia.

“KUHP juga memiliki misi modernisasi dan aktualisasi yang kekinian. Khususnya terkait Living Law. Jadi kita mengakui bahwa dalam pasal 18 konstitusi kita itu, mengatur bahwa pemerintah mengakui simpul-simpul masyarakat adat, bahkan dalam Undang-Undang,” jelasnya.

Selanjutnya Dhahana Putra menambahkan adanya misi demokratisasi dalam KUHP baru sebagai hal yang sangat penting bagi keseimbangan moralitas individual dan sosial.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana UGM, Prof Marcus Priyo Gunarto., S.H., M.Hum., menyatakan adanya ciri khas hukum pidana Indonesia yang tercermin dalam KUHP baru.

“Kalau kita lihat dari sisi kebaruan, banyak catatan yang bisa disampaikan, dari adanya kebaruan ini sekaligus menjadi pembeda antara KUHP nasional kita ini dengan Wetboek van Strafrecht (WvS peninggalan Belanda). Yang pertama soal pengakuan hukum adat. Saya ingin menambahkan bahwa delik adat atau hukum pidana adat itu merupakan ciri khas hukum pidana bangsa Indonesia sebetulnya,” pungkasnya.

Pihaknya juga menambahkan bahwa delik adat dalam KUHP baru, diintegrasikan di dalam sistem hukum nasional. Tapi kemudian harus dituangkan ke dalam Peraturan Daerah.

“Kenapa Peraturan Daerah? Karena yang namanya delik adat itu hanya berlaku bagi daerah tertentu,” tegasnya.

Di awal acara, Rektor Universitas Khairun, Dr. M Ridha Ajam., M.Hum., memberikan sambutan dan menyatakan pandangannya bahwa UU KUHP Nomor 1 tahun 2023 menjadi produk hukum Indonesia yang disusun oleh pakar yang sudah mengikuti perkembangan jaman yang modern.

Menurutnya, KUHP baru ini menganut sistem yang korektif, restoratif dan rehabilitatif.

“KUHP baru ini juga merupakan social defense untuk masyarakat yang dapat menjadi pertahanan masyarakat dari berbagai tindak kejahatan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dirinya menegaskan pula bahwa dengan diadakannya sosialisasi KUHP baru ini diharapkan pengetahuan peserta akan ditransformasikan kepada masyarakat luas agar masyarakat mendapat pengetahuan yang baik.

Ketua Senat Akademik FH UI, Dr. Surastini Fitriasih, S.H., M.H., juga berpendapat keunggulan KUHP baru sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern yakni bertitik tolak dari asas keseimbangan, rekodifikasi Hukum Pidana yang terbuka dan terbatas, memuat berbagai inovasi terkait pidana dan pemidanaan, pertanggungjawaban pidana korporasi, mengatur pertanggungjawaban mutlak (Strict Liability), dan pertanggungjawaban pengganti (Vicarious Liability).

“Kearifan lokal perlu mendapat tempat untuk menggali nilai-nilai tradisional. Selain itu, pandangan yang mengedepankan penjara sebagai pidana yang paling tepat dan dominan dalam pemidanaan sudah tidak sesuai lagi. Oleh karenanya, harus ada alternatif penjara,” ujarnya.

Sosialisasi mengenai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Nasional masih terus digencarkan sejak diundangkan pada awal Januari 2023 lalu di sejumlah wilayah kampus dan komunitas seluruh Indonesia.

Bukan tanpa alasan, pasalnya memang dalam KUHP Nasional telah banyak pembaharuan yang terjadi jika dibandingkan KUHP lama buatan jaman kolonial Belanda sehingga sangat penting untuk bisa diketahui oleh masyarakat secara luas.

Kegiatan sosialisasi dihadiri oleh sejumlah tokoh di Maluku Utara antara lain Perwakilan Gubernur Malut (Asisten III Gubernur), Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Kabinda Malut, Kepala BNN Malut, Kepala Kanwil Kemenkumham Malut, Danlanal Ternate, dan Koramil 152/Babullah.
*