Penerbitan Perppu Cipta Kerja Untuk Mengantisipasi Gejolak Ekonomi

Jakarta — Penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan upaya pemerintah untuk mengantisipasi gejolak ekonomi yang terjadi tahun 2023. Lahirnya peraturan tersebut pun telah memenuhi unsur kegentingan sesuai dengan aturan yang ada.

Tidak bisa dipungkiri bahwa penerbitan PeraturanPemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) merupakan sebuahhal yang sangat penting, lantaran adanya aturan tersebutmampu menjadi sebuah langkah strategis dalam upayaantisipasi akan berbagai situasi genting, khususnya mengenaiperekonomian global yang turut berdampak pada Indonesia.

Persoalan mengenai kegentingan yang kemudianmendorong Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan memaksauntuk penerbitan Perppu Cipta Kerja adalah merupakansebuah diskresi yang dimiliki oleh Presiden RI, Joko Widodo. Diskresi tersebut adalah murni kewenangan yang memangdimiliki oleh Presiden agar membuat Indonesia mamputerlepas dari situasi yang sangat mengancam dan krisis.

Pasalnya, tidak sedikit pihak bahkan lembaga-lembaga di dunia yang memprediksikan bahwa pada tahun 2023 inimerupakan sebuah tahun yang penuh akan kegelapan dan juga penuh akan tantangan termasuk banyak kondisi serba tidakpasti, beberapa diantaranya adalah stagflasi, resesi, hinggainflasi.

Terkait hal tersebut, Pakar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Nindyo Pramono menegaskanbahwa upoaya antisipatif yang telah dilakukan oleh PresidenJokowi agar Indonesia mampu terbebas dari banyaknyaancaman akan kondisi serba tidak pasti di dunia dengan caramenerbitkan Perppu Cipta Kerja adalah sebuah langkah yang sangat tepat.

Lebih lanjut, Nindyo Pramono menambahkan bahwajustru ketepatan penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja itu dikarenakan aturan tersebut diterbitkanbahkan sebelum Indonesia benar-benar dihantam oleh krisis, sehingga menjadi langkah antisipasi dan langkah kehati-hatiandari Pemerintah.

Tentunya tidak akan ada pihak yang menginginkansejarah kelam kembali terulang seperti pada tahun 1997 hingga 1998 silam, tatkala Indonesia sudah dihantam oleh krisis terlebih dahulu, kemudian baru pihak Pemerintahmenetapkan sebuah aturan, namun hal tersebut menurut PakarHukum Bisnis UGM itu adalah menjadi langkah yang menunjukkan bahwa pemerintah sedang tidak siap kala itu.

Ketika tidak ada pihak yang ingin situasi penuh akanchaos kembali terulang seperti pada tahun 1997 hingga 1998 silam, maka dari itu, semenjak adanya peringatan dini soalbahwa pada tahun 2023 ini dunia akan penuh akan risiko dan potensi ancaman akan terjadinya krisis hingga resesi ekonomi, maka pemerintah langsung bergerak dengan sangat cepatdengan mengeluarkan Perppu Cipta Kerja.

Bukan tanpa alasan, pasalnya penerbitan Perppu CiptaKerja ini mampu untuk memberikan kepastian hukum di tengah kekosongan hukum yang sebelumnya terjadi lantaranUU Ciptaker lama telah dinyatakan berstatus inkonstitusionalbersyarat oleh pihak Mahkamah Konstitusi (MK) melaluiputusannya dan mewajibkan pemerintah untuk segeramelakukan perbaikan.

Pada kesempatan yang sama, Nindyo Pramono juga menambahkan bahwa beberapa Perppu yang pernahditerbitkan oleh Pemerintah RI sebelumnya ternyata samasekali belum menjelaskan mengenai kegentingan yang memaksa, sangat berbeda dengan penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja kali ini.

Pertama, adalah adanya penerbitan Perppu Nomor 1 tahun 1998 tentang Perubahan UU tentang Kepailitan. Perpputersebut ternyata lahir di tengah krisis pada tahun 1997 dan 1998, yang mana kala itu memang terjadi persoalankegentingan yang memaksa dan pada kala itu berkaitandengan nuansa pertimbangan ekonomi.

Pada waktu, menurut Nindyo Pramono bahwapemerintah telah menghabiskan dana talangan sebesar hinggaRp 600 triliun, namun sama sekali tidak pernah ada yang menyatakan dengan tegas bahwa negara kala itu sedang dalamkeadaan yang darurat, sangat berbeda dengan yang saat initerjadi.

Kemudian Perppu kedua yang pernah diterbitkan adalahNomor 1 tahun 2014 yang embatalkan UU nomor 22 tahun2014 tentang Pilkada. Pada waktu itu juga sama denganpembentukan Perppu prtama, yakni sama sekali tidakdisebutkan adanya kegentingan yang memaksa.

Selanjutnya, Perppu ketiga yakni pada nomor 1 tahun2004 tentang perubahan UU Nomor 41 tahun 1999 dan yang keempat adalah pada Pewrppu Nomor 1 tahun 2000 tentangKawasan Perdagangan Bebas.

Justru, berbeda dengan kebijakan Perppu yang pernahditerbitkan sebelumnya, Nindyo menilai bahwa Perppu CiptaKerja kali ini memang berdasarkan adanya situasi yang genting dan harus segera diatasi, terlebih juga sangat pentingbagi kepentingan iklim investasi, lantaran Indonesia masihtertinggal dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Lantaran terjadi banyak situasi yang serba tidak pasti di dunia, dan hal tersebut bukan tidak mungkin juga akanberimbas pada Indonesia, maka keberadaan Perppu CiptaKerja memang berdasarkan untuk upaya pemerintah dalammengatasi banyak situasi genting.