Masyarakat Adat Papua Dukung KPK Periksa Lukas Enembe
Masyarakat Adat Papua Dukung KPK Periksa Lukas Enembe
Oleh : Rebecca Marian )*
Masyarakat adat Papua mendukung penuh KPK untuk memeriksa Lukas Enembe. Meski Lukas seorang gubernur, tetapi dia tetap warga negara biasa yang harus taat hukum. Sebagai pemimpin, seharusnya dia juga memberi contoh yang baik, dengan manuruti panggilan KPK ke Jakarta.
Sejak sebulan lalu, Gubernur Papua Lukas Enembe, ditetapkan menjadi tersangka kasus gratifikasi dan korupsi senilai ratusan miliar rupiah. Ia sudah 2 kali dipanggil KPK untuk diperiksa, tetapi tidak datang dengan alasan stroke dan sakit jantung. Kondisi ini membuat masyarakat Papua geram karena Lukas mempermalukan mereka dan memberi contoh yang buruk kepada rakyatnya.
Walau Lukas Enembe adalah putra Papua dan telah menjabat selama bertahun-tahun, tetapi masyarakat di Bumi Cendrawasih berpandangan objektif. Jika ia salah maka harus mau diperiksa dan menjalani proses hukum, dan tidak boleh dibela. Lukas sudah sangat mengecewakan rakyat Papua karena diduga mengkorupsi dana otonomi khusus (Otsus) yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Pimpinan adat (Ondoafi) Tanah Tabi, Papua, Yanto Eluay, menyatakan masyarakat adat Papua mendukung KPK dalam mengusut kasus korupsi Lukas Enembe. Seluruh komunitas masyarakat adat Papua mendukung penegakan hukum anak Papua, siapapun dia. Dukungan diberikan karena wajib ada pengusutan kasus penyalahgunaan dana otsus.
Dalam artian, masyarakat adat mendukung KPK walau yang berkasus adalah gubernur mereka. Walau ia seorang gubernur tetapi tidak bisa kebal hukum dan mendapatkan keistimewaan. Seseorang bisa jadi pejabat tetapi di mata hukum ia tetap rakyat biasa. Sebagai warga negara yang baik seharusnya Lukas taat hukum, bukannya berpura-pura sakit demi mendapat simpati masyarakat dan dispensasi KPK.
Jika masyarakat adat mendukung KPK maka sangat bagus karena taat hukum dan tidak menghalangi kinerja lembaga antirasuah tersebut. Masyarakat adat di Papua memiliki posisi yang terhormat. Namun mereka tidak menyalahgunakannya untuk membela orang yang salah seperti Lukas Enembe.
Kemudian, ketika masyarakat adat mendukung KPK, maka rakyat biasa seharusnya mengikuti mereka. Penyebabnya karena ada segelintir warga Papua yang malah membela Lukas Enembe habis-habisan dan berjaga di depan rumahnya, di Jayapura. Seharusnya mereka sadar bahwa hal ini salah karena melakukan pembelaan terhadap seorang koruptor.
Masyarakat adat dan tetua adat bisa datang dan mendekati rakyat yang masih bergerombol di sekitar rumah Lukas Enembe. Tujuannya agar mereka terketuk hatinya lalu menyadari kesalahannya. Sebagai ketua adat, Ondoafi bisa merangkul rakyatnya lalu membenarkan jika mereka melakukan kesalahan.
Sementara itu, Ondoafi Kampung Sosiri, Boas Assa Enoch, juga mendukung penegakan hukum terhadap Lukas Enembe. Seharusnya sebagai seorang laki-laki yang jantan, ia wajib menjalani proses hukum dengan berani. Bukannya mengutarakan alibi seperti sakit dan terancam kehilangan nyawa jika nekat datang ke Jakarta, untuk diperiksa di Gedung KPK.
Sampai saat ini belum terlihat Lukas Enembe di Gedung Merah Putih KPK. Yang ada hanya anggota tim kuasa hukumnya. Padahal pemeriksaan kasus korupsi tidak bisa diwakili oleh sang pengacara. Pemeriksaan juga tidak bisa dilakukan secara jarak jauh karena takut kurang tuntas dan ada intervensi dari para oknum.
Kepala adat Boas sangat geram karena Lukas Enembe mencoreng wajah Papua dan mempermalukan masyarakat adat, serta seluruh warga di Bumi Cendrawasih. Kelakuannya tak hanya merugikan rakyat karena ia telah mencuri uang rakyat. Namun juga membuat citra Papua jadi negatif. Dikhawatirkan, ada penurunan kunjungan turis ke Papua gara-gara kasus Lukas Enembe.
Rakyat Papua juga menginginkan agar kasus Lukas cepat selesai, dan dilakukan pengusutan dengan tuntas agar tidak berlarut-larut. Dugaan korupsi dana otsus juga perlu dibuktikan, karena harus dipertanggungjawabkan. Dana tersebut untuk kepentingan rakyat dan pembangunan infrastruktur, tetapi malah diambil oleh Lukas dengan serakah.
Jika Lukas terus pura-pura sakit maka kasusnya tidak akan selesai. Selain itu, administrasi di Provinsi Papua juga tersendat-sendat, karena sang gubernur terus absen dalam bekerja. Hal ini akan merugikan rakyat Papua dan ketika mereka butuh tanda tangan Lukas untuk melengkapi administrasi, tidak bisa mendapatkannya.
Ada wacana tim KPK dan dokter dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) diterbangkan ke Papua untuk melihat dengan jelas apakah Lukas Enembe benar-benar sakit. Namun rencana ini belum dilaksanakan. KPK ingin agar kasus Lukas cepat usai tanpa ada peperangan, karena sampai saat ini masih banyak warga yang cinta buta dan melindungi Lukas di sekitar rumahnya.
Masyarakat adat Papua ingin agar kasus Lukas Enembe segera diselesaikan dan ia diperiksa dengan detail, dan ia rela dipenjara. Namun Lukas tidak pernah datang memenuhi panggilan KPK. Justru dengan sikapnya maka masyarakat makin curiga bahwa Lukas benar-benar korupsi. Seharusnya sebagai gubernur, ia taat hukum dan memberi teladan ke rakyatnya, serta memenuhi panggilan KPK.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta