Pemuka Agama Serukan Pentingnya Harmonisasi Dalam Bingkai Kebhinekaan Saat Natal

Jakarta — Menjaga adanya harmonisasi antar umat beragama di Indonesia dalam bingkai kebhinnekaan merupakan hal yang memang sangat penting, lantaran bangsa ini memiliki keberagaman yang sangat banyak.

Mengenai hal tersebut, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. KH. Marsudi Syuhud menyampaikan bahwa sejatinya masyarakat di Indonesia, khususnya umat Muslim memang sudah lebih mudah menyikapi perbedaan apapun.

“Umat Muslim di Indonesia sesungguhnya lebih mudah dalam menyikapi apapun. Dalam hidup berbangsa dan bernegara itu diikat dalam suatu aturan, yang mana bagaimanapun berbedanya agama, namun ketika sudah bersepakat dalam satu negara dan berjuang bersama bagaimana negara ini nyaman dan membangunnya, mereka ini semua bangsa yang satu,” ucapnya dalam salah satu acara diskusi di televisi

Lebih lanjut, dirinya menyampaikan bahwa ketika sudah menjadi bangsa yang satu, maka memang sudah sepatutnya untuk bisa saling menghormati satu sama lain, serta mampu saling memberikan ruang.

Terlebih, saat perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang saat ini sedang dirayakan umat Kristiani.

“Ketika sudah menjadi bangsa yang satu, maka kita harus menghormati satu sama lain. Perbedaan memang ada, tapi bagaimana perbedaan ini tetap bisa bersatu dalam konteks berbhinneka, berbangsa dan bernegara. Kuncinya cuma satu, memberikan ruang untuk saling menghormati,” tambahnya.

Dalam upaya untuk mampu menciptakan adanya masyarakat yang bisa saling menghormati, menurut Kyai Marsudi harus disertai dengan adanya kerja sama sosial.

“Harus ada kerja sama sosial dan saling menghormati bagi mereka yang berbeda, bahkan kepada seluruh manusia yang agamanya berbeda, kita harus saling menghormati atas dasar kemanusiaan dan berbangsa,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, KH. Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa perbedaan yang ada di Indonesia adalah sebuah kekayaan sehingga tidak perlu dianggap sebagai suatu masalah.

“Perbedaan keyakinan adalah bagian dari modal kekayaan sosial-spiritual, kita harus memaknai perbedaan bukan sebagai suatu masalah, tapi kekayaan. Kita sebagai bangsa tidak hanya memiliki keberagaman agama, namun dikenal sebagai bangsa yang taat menjalankan ajaran agama,” jelasnya.

Bahkan, tambah KH. Abdul Mu’ti, banyak negara yang ingin mencontoh Indonesia yang terbukti mampu mengelola banyak perbedaan, baik agama, suku, dan etnis.

“Pengalaman Indonesia bagaimana menjaga kerukunan dan kebersamaan, menjadi contoh berbagai pihak di luar negeri. Mereka mengagumi dan ingin meniru bagaimana bangsa Indonesia yang banyak keberagaman bisa tetap hidup damai,” pungkasnya.

***